Buah kepel (Stelechocarpus burahol) merupakan tanaman endemik Indonesia yang kini tergolong langka dan jarang dikenal oleh generasi muda. Kepel memiliki bentuk bulat oval dengan kulit cokelat keabu-abuan, daging buahnya berwarna jingga dengan rasa manis, beraroma khas, dan tekstur yang lembut. Tanaman ini termasuk famili Annonaceae dan masih berkerabat dengan srikaya dan sirsak.
Baca juga:
Dalam sejarah Jawa, kepel dikenal sebagai buah eksklusif di lingkungan keraton, terutama oleh para putri keraton Yogyakarta dan Surakarta. Buah ini dipercaya memiliki kemampuan menyegarkan aroma tubuh dan membuat bau keringat menjadi harum. Oleh karena itu, kepel sering disebut sebagai "buah parfum alami", dan hanya boleh ditanam di lingkungan bangsawan sebagai simbol keanggunan dan kesucian.
Selain nilai budayanya, kepel juga menyimpan potensi farmakologis. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa buah dan biji kepel mengandung senyawa aktif seperti flavonoid, tanin, dan saponin yang bersifat antioksidan, antimikroba, dan antiradang. Buah ini juga diyakini dapat membantu melancarkan sistem pencernaan dan menjaga kesehatan ginjal.
Namun, kelangkaan kepel disebabkan oleh regenerasi tanaman yang lambat serta minimnya budidaya modern. Tanaman ini membutuhkan waktu yang cukup lama untuk berbuah (sekitar 5–7 tahun) dan belum banyak dikembangkan secara komersial. Upaya pelestarian kepel saat ini mulai digalakkan melalui penanaman di kebun botani, konservasi budaya, hingga pengembangan sebagai tanaman pekarangan.
Dengan segala keunikannya, kepel bukan hanya sekadar buah, tetapi juga warisan budaya dan sumber fitokimia potensial yang layak untuk dikenalkan kembali kepada masyarakat luas.
Posting Komentar