Kayu manis bukan hanya sekadar bumbu dapur—rempah ini telah memainkan peran penting dalam sejarah dan budaya dunia selama ribuan tahun. Catatan tertua menunjukkan bahwa kayu manis telah digunakan sejak 2000 SM di Mesir kuno, di mana ia menjadi salah satu bahan dalam balsam mumi dan upacara keagamaan.
Baca juga:
- Cara Mudah Membuat Pupuk Organik dari Sampah Dapur
- Polybag: Solusi Praktis dan Efisien untuk Pembibitan dan Penanaman Tanaman
- Menanam Marigold di Polybag: Cara Praktis untuk Taman yang Cerah dan Sehat
Bangsa Arab menjadi perantara utama perdagangan kayu manis ke Eropa. Kala itu, kayu manis dianggap rempah langka dan mewah, setara dengan emas. Ia hanya digunakan oleh bangsawan dan kalangan gereja dalam ritual dan hidangan istimewa. Bahkan, dalam abad pertengahan di Eropa, kayu manis digunakan untuk mengawetkan daging dan menyamarkan bau tak sedap.
Dalam budaya Asia, terutama India dan Tiongkok, kayu manis telah lama dikenal dalam pengobatan tradisional. Ayurveda menggunakan kayu manis untuk menghangatkan tubuh, memperlancar sirkulasi darah, dan menyembuhkan flu. Di Tiongkok, kayu manis masuk dalam pengobatan herbal klasik sebagai penghangat organ dalam.
Di Indonesia, khususnya di Minangkabau dan Kerinci, kayu manis telah menjadi komoditas lokal sejak masa kolonial Belanda. Banyak petani menggantungkan hidup dari tanaman ini. Budaya masyarakat juga menyertakan kayu manis dalam jamu dan masakan khas, seperti rendang dan gulai.
Kayu manis hari ini masih menjadi simbol kehangatan dan kemewahan dalam kuliner, serta terus digunakan dalam aromaterapi dan ritual tradisional. Ia bukan hanya rempah beraroma sedap, tapi juga bagian dari perjalanan budaya dan ekonomi global selama ribuan tahun.
Posting Komentar