Semangka (Citrullus lanatus) merupakan buah yang sangat populer karena rasanya yang manis dan kandungan airnya yang tinggi. Dulu, buah semangka biasanya dipenuhi biji hitam kecil yang tersebar merata di seluruh bagian daging buahnya. Namun, dalam beberapa dekade terakhir, jenis semangka yang beredar di pasaran banyak yang memiliki sangat sedikit biji, bahkan tidak berbiji sama sekali. Fenomena ini bukan terjadi secara alami, melainkan hasil dari inovasi dalam dunia pertanian modern.
Baca juga:
Perubahan tersebut berasal dari teknik hibridisasi yang dilakukan oleh para peneliti dan petani untuk memenuhi permintaan pasar. Semangka tanpa biji dikembangkan dengan cara menyilangkan semangka tetraploid (memiliki empat set kromosom) dengan semangka diploid (dua set kromosom).
Hasil dari persilangan ini adalah semangka triploid yang memiliki tiga set kromosom, sehingga tidak mampu bereproduksi secara normal dan menghasilkan biji yang matang. Meskipun masih ada sisa biji berupa titik putih lunak, semangka jenis ini tetap dianggap “tanpa biji” oleh konsumen.
Kini, semangka tanpa biji lebih digemari masyarakat karena kepraktisan dan kemudahannya saat dimakan. Selain itu, varietas tanpa biji sering kali memiliki rasa yang lebih manis dan tekstur yang lebih halus. Dari sisi nutrisi, semangka tanpa biji dan berbiji memiliki kandungan air, vitamin C, serta likopen yang relatif sama. Namun, biji semangka sebenarnya mengandung protein, magnesium, dan lemak sehat yang justru memberikan manfaat tambahan, sehingga semangka berbiji masih memiliki nilai gizi yang tidak dapat diabaikan.
Dengan demikian, perubahan jumlah biji pada semangka merupakan hasil dari inovasi pertanian berbasis permintaan pasar, bukan karena mutasi genetik spontan. Perkembangan ini mencerminkan bagaimana teknologi pertanian modern mampu mengubah karakteristik tanaman untuk meningkatkan kenyamanan dan nilai jual, tanpa mengorbankan kualitas dan keamanan pangan.
Posting Komentar